Diposkan pada Pernikahan

2 Tahun Bersamamu

2 tahun bersamamu, pernikahan yang sangat aku syukuri, yakni Allah menjodohkanku dengan pilihan terbaik-Nya. Meski tak pernah kenal sebelumnya, tapi kau membuktikan janji suci itu dengan penuh cinta.

Makasih banyak sayang udah mengorbankan banyak hal demi aku dan ulin. Makasih banyak udah memperjuangkan aku bukan hanya saat akad nikah terucap, tapi kau buktikan di setiap detik yang kita lewati bersama.

Makasih untuk tidak pernah bosan menasehati aku yang selalu butuh diulang-ulang. Makasih udah selalu berusaha mengembangkan senyum di wajahku dengan canda tawamu. Makasih untuk tetap berusaha bekerja keras dan pantang menyerah di setiap waktu.

Makasih untuk senantiasa menerima banyak sekali kekuranganku dan berusaha memperbaikinya meski tak mudah. Makasih udah berusaha memotivasi dalam setiap kesedihan dan kegundahanku akan banyak hal. Makasih untuk tidak pernah sekalipun membandingkanku dengan siapapun itu. Makasih telah menutupi banyak kekuranganku dengan berbagai usahamu.

Makasih untuk selalu mendahulukan keperluanku dibanding dirimu sendiri. Makasih untuk selalu menenangkanku, meski dirimu pun menyimpan gundah dalam hati. Makasih untuk selalu meringankan pekerjaanku, bahkan yang bukan menjadi tugasmu. Makasih telah memahamiku di banyak fase kehidupan yang kita lewati.

Makasih selalu berusaha memenuhi semua keinginanku meski harus menahan banyak hal keinginanmu. Makasih udah bekerja untuk menafkahi kami dan tak pernah mengeluh meski penuh peluh. Beribu maaf tak akan pernah cukup, karena baktiku kepadamu yang sangat jauh dari kata sempurna.

Salam sayang dari aku dan ulin, yang selalu mencintaimu dan mendoakanmu insyaAllah ^_^

Kartasura, 22 Februari 2024 (maaf telat 3 hari, hehe)

Diposkan pada Parenting

Penyejuk Hati Kami

Alhamdulillah telah Allah karuniakan kami anak sholih penyejuk hati orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Ulin namanya. Anak yang ceria, sangat aktif sekali, terlebih di usianya 8 bulan ini ketika sudah bisa merangkak kemana-mana. Anak yang sangat memudahkan orang tuanya, tak mudah rewel sejak lahir sampai saat ini. Ia yang setelah lahir, Alhamdulillah dimudahkan oleh Allah untuk menyusuinya secara langsung atau DBF (Direct Breastfeeding), maupun menyusui menggunakan botol dot ketika ditinggal ibunya bekerja. Hanya akhir-akhir ini kadang ada saja drama ketika makan, hingga akhirnya rewel karena lapar. Sangat menguji kesabaran ibunya kalau sedang seperti ini, hehe.

Terima kasih Ulin sudah jadi anak yang kuat, bahkan sejak dalam kandungan. Ia yang kuat diajak mengajar dan naik turun tangga karena berpindah-pindah kelas ketika dalam kandungan. Ia yang kuat bertahan meski ibunya muntah-muntah terus sampai usia kehamilan 4 bulan. Setiap yang dimakan pasti keluar, bahkan hingga tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, hingga akhirnya ibunya turun 4 kilogram dalam kurun waktu 3 bulan.

Ia yang kuat diajak motoran Solo-Wonogiri setiap 2 minggu sekali sejak usia kandungan 4 bulan, tentunya setelah konsultasi dengan dokter kandungan. Ia yang kuat diajak mudik ketika lebaran, bahkan bolak-balik untuk acara lebaran di Kartasura-Wonogiri-Boyolali-Solo-Wonogiri-Solo. Hingga lahirlah ia tepat sehari setelah rangkaian mudik lebaran itu selesai. Dan juga tepat sehari setelah ibunya menyiapkan tas yang akan dibawa untuk lahiran.

Ketika lahir pun, dokter yang dituju masih di luar kota. Masih di bulan Syawal, masih dalam suasana libur lebaran. Terlebih hari itu adalah hari Ahad, sehingga dokter yang lain pun sedang tidak berada di klinik, namun harus dihubungi lewat telepon dahulu agar bisa segera datang dari kediamannya. Ia sudah lahir duluan sebelum ibunya mengajukan cuti melahirkan ke pihak sekolah. Bahkan esok paginya sudah berencana akan masuk sekolah perdana setelah libur lebaran usai, untuk merapikan berkas sebelum cuti. Tapi Ulin ingin segera melihat dunia.

Alhamdulillah, bersyukur bisa melahirkan dengan dibantu mbak-mbak bidan yang baik dan ramah-ramah, setelah itu baru bu dokter datang untuk membantu proses pengeluaran plasenta. Alhamdulillah akhirnya ia yang selalu kupanggil “dek Syawal” ketika dalam kandungan pun terlahir dengan sehat. Tapi setelah lahir, ternyata bapaknya lebih memilih nama “Ulin” dibanding “Syawal”.

Alhamdulillah Ulin lahir di waktu yang tepat, lahir lebih cepat 2 minggu dari HPL (Hari Perkiraan Lahir). Mulai kontraksi jam 7 pagi, jam 12 siang masih bisa mandi dan ternyata keluar lendir darah, jam setengah 2 siang pergi ke klinik, ternyata sudah bukaan 4, dan alhamdulillah jam setengah 4 sore ia lahir dengan normal. Kalau kata bu dokter, ini kuasa Allah yang telah mengatur semuanya. Maju lebih cepat dari jadwal, tapi ternyata air ketubannya sudah keruh dan berwarna hijau. Setelah diobservasi oleh dokter anak, Alhamdulillah Ulin sehat. Hanya saja pengambilan plasenta setelah melahirkan yang agak sulit, plasentanya menempel dan terjadi perdarahan, belum lagi proses menjahitnya yang MasyaAllah rasanya. Semua proses setelah melahirkan itu terasa lebih lama dan lebih banyak teriaknya dibanding ketika proses melahirkan itu sendiri. Sampai bu dokternya bilang, “istirahat dulu mbak, minum dulu gpp, saya tak istirahat juga”.

Alhamdulillah Ulin lahir di tempat yang tepat. Bu dokter kandungan, bu dokter anak, dan mbak bidannya ramah-ramah. Baru memutuskan mau lahiran di mana yaitu saat benar-benar terasa kontraksinya dan sudah mau berangkat untuk lahiran. Yakni di klinik yang sangat dekat dengan tempat tinggal kami, dan memang klinik tempat kontrol USG rutin selama ini. Jadi bisa berangkat lahiran naik motor karena tempatnya dekat, dan tak mengira kalau ternyata itu sudah bukaan 4.

Makasih Ulin yang sudah kuat meski beberapa waktu lalu sering sakit-sakitan saat masih dititipkan di daycare, tapi ia tetap kuat, ceria dan tak mudah rewel, meski tetap ada saat-saat rewel ketika sudah sangat tidak nyaman dengan sakitnya. Dari yang sakit batuk pilek, demam, infeksi jamur di mulut, diare, muntah-muntah, hingga pneumonia atau radang paru-paru. Dari yang berat badannya turun ketika timbangan ke posyandu, hingga yang naik 900 gram dari bulan sebelumnya. Alhamdulillah sekarang Ulin sudah sehat kembali. Alhamdulillah ya Allah. Mohon doanya semua, semoga Ulin senantiasa diberi kesehatan oleh Allah, perkembangannya baik sesuai umurnya, jadi anak sholih, cerdas dan ceria. Aamiin.

Kartasura, Sabtu, 20 Januari 2024

Diposkan pada Pernikahan

Setahun Bersamamu

Makna Satu Tahun

Menyelami dunia baru bernama pernikahan adalah hal paling menyenangkan dan menantang dalam hidupku. Utamanya setelah menjalaninya selama satu tahun ini. Satu tahun memang waktu yang sebentar, tapi satu tahun untuk mengenal seseorang yang tinggal bersama selama 24 jam dalam sehari adalah waktu yang cukup untuk mengenal karakter awal satu sama lain. Sejatinya bukan 24 jam yang harus selalu bersama, namun keterpautan hati yang tak pernah henti. Meski belum sepenuhnya mengenal dirinya, setidaknya sudah mengerti kebiasaannya, dan tentu sudah banyak memaklumi kekurangannya, serta bersyukur akan lebih banyak kelebihannya.

Satu tahun yang sangat berarti. Satu tahun belajar banyak hal baru. Satu tahun dimana melatih ketaatan yang harus dibalut dengan kesabaran.

Belajar mengenal karakter seseorang yang sangat asing buatku. Dari yang awalnya tak mengenalnya, kemudian dipersatukan dalam ikatan suci, ikatan yang sangat kuat, ikatan yang tak berjarak sama sekali. Dari seseorang yang tak dikenal, menjadi seseorang yang paling dicari. Dari seseorang yang tak ada rasa sebelum akad terucap, menjadi seseorang yang paling dirindu jika tak bisa menatap. Dari seseorang yang bukan siapa-siapa, menjadi seseorang yang keridhoannya, kerelaannya, dan kelapangan hatinya menjadi kunci surga dan kebahagiaan dunia.

Dua Jiwa yang Dipersatukan

Jika Allah yang mempersatukan, tentu bersama takdir terbaik-Nya. Meski lahir dari daerah yang berbeda, dari keluarga dengan kebiasaan berbeda, bahkan dengan karakter yang sangat berbeda, tapi ternyata Allah persatukan dua jiwa ini menjadi satu. Perlu penyesuaian yang panjang, yang hingga kini pun masih sama-sama belajar untuk saling memahami.

Dua karakter berbeda yang harus dicari formulanya bersama, yang satunya sangat peka, dan yang satunya tidak peka. Yang satunya sangat sabar dan yang satunya tidak sabaran. Yang satunya sat set serba cepat, dan yang satunya santai pake banget. Yang satunya suka jalan-jalan, yang satunya anak rumahan. Dan berbagai perbedaan lainnya. Tapi alhamdulillah, bisa teratasi bersama dengan membuka banyak ruang toleransi dan pintu maaf sebesar-besarnya.

Ketika menikah, tentu akan ada banyak momen pertama yang dilewati bersama. Momen yang akan menjadi kenangan indah di kemudian hari. Dan setelah menikah, tentu akan ada banyak kebiasaan yang berubah, perlu penyesuaian dengan kebiasaan dari pasangan hidup kita.

Menikah Adalah Perjalanan

Menikah ibarat perjalanan. Perjalanan panjang, dengan pemberhentian yang kita harapkan bernama kematian. Perjalanan yang intinya adalah ibadah, karena setiap detiknya bisa menjadi ibadah, setiap hal yang dikerjakan bersama bisa menjadi ibadah, setiap hal yang dilakukan untuk kebaikan satu sama lainnya bisa menjadi ibadah.

Perjalanan dengan segala susah senangnya, bahagia sedihnya, serta berbagai cobaannya. Terima kasih telah dengan sabar terus mengajak diri ini untuk berbenah menjadi lebih baik. Terima kasih telah menjadikan perjalanan selama satu tahun ini terasa lebih ringan karena kehadiranmu. Terima kasih telah menjadi nahkoda yang baik selama perjalanan. Terima kasih untuk selalu meringankan beban dalam setiap hal yang kuperjuangkan.

Terima kasih telah memaafkan banyak kesalahan dan kekurangan. Terima kasih atas izin dan ridhonya dalam setiap hal yang ingin kulakukan. Terima kasih telah mengajari dan menasehati dengan penuh kehati-hatian demi menjaga hati. Terima kasih telah menjaga amanah diri ini dengan sebaik-baiknya. Terima kasih telah menjadi teman berpetualang dalam melangkahkan kaki ke berbagai tempat baru. Terima kasih telah berusaha membahagiakanku di setiap canda tawa dan senyummu ^_^

Solo, 19 Februari 2023
Setahun setelah akad itu terucap 🙂

Diposkan pada Pernikahan

Menjadi Istri Idaman (Part 2)

Ditulis dari Kajian Pernikahan yang disampaikan oleh Ustadzah Vida, 24 Oktober 2021. Sesi Tanya Jawab.

Menjadi Istri yang Sabar

Pertanyaan:
Bagaimana cara menjadi istri yang sabar, tidak mudah baper, dan tidak mudah marah? Atau bahkan sampai diem-dieman dengan suami?

Gaya komunikasi laki-laki dan perempuan itu berbeda. Kalau laki-laki, apa yang dia pikirkan saat itu, ya dia sampaikan saja. Kalau perempuan, biasanya kontennya itu biasa aja, tapi konteksnya ini jadi kemana-mana.

Kalau laki-laki, dia orang yang fokus pada satu hal, baru kemudian mengerjakan yang lain. Kalau perempuan tidak, dia bisa mencuci dan melaksanakan hal lainnya secara bersamaan. Dan itu wajar. Tapi salahnya, kalau kita merasa, kok kita kaya gini ya. Padahal laki-laki juga punya sisi egonya sendiri. Kadang kata-kata suami itu nyelekit mungkin, ketika kita curhat dan tidak butuh solusi, tapi jawabannya suami, “halah ngono wae dipikir, dimasalahin”.

Sedangkan kalau suami sedang ada masalah, itu paling nggak suka kalau ditanya-tanya. “Kok kamu sedih gitu? Aku salah ya sama kamu?” Bukan begitu, tapi diamkan saja dulu, kalau belum mau cerita ya gpp, biar masuk kamar dulu, atau mau kemana dulu, dan nanti ketika sudah mau cerita, ya dia akan cerita. Kita bilang aja, “Oh lagi ada masalah ya, ya gpp istirahat dulu, gpp kalau belum bisa cerita sekarang”. Suami akan suka kalau kita bisa memahami.

“Dan pergaulilah mereka dengan cara yang ma’ruf”. Kadang kita mencintai tapi tidak dengan cara yang baik. Perlakukan dengan cara yang suami sukai. Atau bilang aja, “Jangan ketus ya, aku cuma mau cerita, cuma mau didengerin aja”. Bilang aja ke suami. Karena dalam keterusterangan, ada kenyamanan.

Kalau kita punya keinginan ya disampaikan, terbiasalah untuk terbuka. Budaya keluarga kita itu disampaikan. Pengennya seperti apa? Budaya keluarganya gimana? Kebiasaan dia seperti apa?

Tentu saya akan bilang, kalau saya tidak suka, akan ‘speak’ pada suami. Tapi mungkin bahasa cintanya beda. Nah, suami ini harus kita ajari gimana ngomong sama istri dengan cara yang kita sukai. Tapi, ngasih tau itu juga di momen yang tepat. Misal dengan ngeteh atau ngopi bareng.

Ketika Suami Istri Emosi

Pertanyaan:
Gimana cara kita mengola amarah ketika sedang sama-sama emosi?

Kita itu menikah kan ada levelnya. Di awal, kita mungkin merasa apa benar dia jodoh saya, apa dia jodoh yang tepat buat saya? Kita mikirnya, harusnya kan kita sama ya, padahal ya tidak mesti harus sama.

Kalau lagi sama-sama emosi, yang sama itu adalah senjatanya, yakni salah satu ada yang diam. Itulah cara mengolola amarah. Cara paling jitu adalah diam. Marah sama suami, misal dari dhuhur sampai asar aja. Coba kita sambil memikirkan hal-hal yang lebih penting daripada berantem itu sendiri. Semakin dewasa seseorang, maka semakin sebentar marahnya.

Atau kadang-kadang, lagi sama-sama emosi di depan anak. Boleh kah? Kalau saya selalu bilang, kadang-kadang boleh dan itu gpp. Karena dengan konflik, anak-anak melihat cara berkonflik orang dewasa dengan cara dewasa. Konfliknya orang tua dengan cara dewasa. Kalau gak setuju ya saya bilang, “Aku itu gamau kaya gini.” Terus suami bilang, “Lha umi udah dibilangi berulang kali kok diulangi terus?”. Anak-anak juga bilang, “Halah gitu aja marah.” Terus anak saya akan bertanya, “Umi kok kalau berantem marahnya bentar banget?” “Ya gitu cara marahnya orang dewasa dengan cara dewasa nak.” Bukan dengan diem-dieman lama, apalagi di depan anak juga diem-dieman. Gak boleh itu. Marahan itu jelehin lho. Prinsipnya, tidak boleh ada rasa jahat di hati kita, terhadap siapa saja, termasuk sama suami. Misal lagi lelah-lelahnya, tapi suami minta apa, dan minta apa lagi. Dan wajahnya cemberut, nah kita perlu sabar. Kalau sama-sama emosi, salah satu harus diam dulu, mengalah dulu.

Mengizinkan Poligami

Pertanyaan:
Ketika istri mengizinkan suami poligami, dengan alasan istri tidak mampu melayani, tapi finansial suami belum layak itu bagaimana?

Jangan dilihat semua laki-laki itu butuh poligami. Gaya banget nawarin suami poligami. Padahal ketika nanti dilakukan, istri juga tidak siap. Kalau tidak bisa melayani secara fisik, tidak semua laki-laki butuh poligami sebagai solusinya. Karena kebutuhan suami bukan cuma soal fisik saja. Kebutuhan suami bukan dengan poligami, apalagi finansialnya tidak layak, ya belum cakap, belum mampu berarti. Itu akan membuat masalah baru untuk keluarga nantinya. Lihat juga kondisi anak-anak. Ternyata yang dia cari bukan cuma fisik, tapi dilayani dari sisi yang lain. Dari kelemah-lembutan ibu misalnya, dari keikhlasan hati ibu. Itu yang disukai oleh suami.

Berbeda Pendapat dengan Suami

Pertanyaan:
Bagaimana cara yang baik untuk menyampaikan kritik ke suami? Antara keinginan suami dan keinginan pribadi, mana yang lebih baik? Gimana kalau sering berbeda pendapat dengan suami?

Jangan mengkritik saat suami sedang melakukan kesalahan itu. Tapi carilah waktu yang baik, saat suami sedang santai. Gimana kalau berbeda pendapat? Sampaikan dengan cara yang baik, bahasa yang baik. Kalau perbedaan itu tidak mempengaruhi kehidupan bersama, ya tetap harus ada yang mengalah dengan rohmah. Kalau pendapat suami benar, dan pendapat istri juga benar, yang lebih rohmah itu ialah yang bisa mengalah, yang rohmah itu yang paling bisa menjaga hubungan dengan pasangan.

Pentingnya Quality Time

Kemudian jangan merasa sibuk dengan diri sendiri. Kalau suami sedang mengajak kemana, ya turuti maunya suami, tinggalkan semuanya dulu. Kita harus bisa mengakomodasi semua, harus bisa mengakomodasi keinginan suami. Bagaimana kalau punya bayi? Harus dirancang lagi kapan waktu me-time sama suami. Kita tidak boleh dholim sama suami, suami minta ditemani ya ditemani, bilang ke anaknya, biar anak juga paham.

Ada family time dengan keluarga, ada waktu berdua sama suami. Harus ada alokasi waktunya, direncanakan. Kita tidak boleh sibuk semuanya, suami dan istri sibuk semua. Harus bisa bilang NO ke orang lain. Kalau suami sibuk, istri harus bisa jaga anak-anak. Harus dikomunikasikan antara suami dan istri. Tugas dakwah harus tetap berjalan, bilang dan minta izinlah ke suami. Tapi juga harus tau waktu prioritas dengan keluarga. Harus bisa membagi waktu dan bisa bilang NO kalau suami sedang sibuk dan kita harus menjaga anak-anak, atau jika suami sedang minta waktu untuk berdua. Suami dan anak-anak adalah prioritas utama di dalam hidup kita.

Maka setiap hari bertanyalah, kita ada acara apa ya di hari ini? Kemudian bisa juga direncanakan adanya halaqoh keluarga, misal setiap Senin dan Rabu habis Maghrib. Jumat habis Maghrib agenda musyawarah keluarga, kemudian direncanakan weekend ini mau ngapain? Karena rumah adalah ruang-ruang bahagia yang bisa kita ciptakan. Ada konflik itu gpp, itu wajar, kadang kelihatan jelek di hadapan suami itu gpp, tidak sempurna di depan suami itu gpp. Kita harus berpikir hal yang lebih besar, maka kita akan mudah untuk memaafkan apapun yang ada pada diri suami. Terima saja. Sesekali kita yang salah dan kemudian disalahkan ya gpp terima saja, kalau memang kita ini salah. Jangan jadi istri yang cemberutan, marahan, apalagi dalam waktu yang lama. Itu nggak boleh. Ada waktunya kita itu harus bisa menjadi sahabat yang baik buat suami kita.

Diposkan pada Pernikahan

Menjadi Istri Idaman (Part 1)

Ditulis dari Kajian Pernikahan yang disampaikan oleh Ustadzah Vida, 24 Oktober 2021

Tanda Kebesaran Allah

Ketika kita sudah menikah dan menjadi seorang istri, sejatinya kita ini adalah istri idaman. Kenapa? Karena kita sudah diperjuangkan.

Pernikahan bukan hanya tentang perubahan status. Tapi pernikahan ini menjadi sebuah tanda kekuasaan dan kebesaran Allah. Karena bisa jadi, pasangan kita adalah orang yang jauh, yang bahkan tidak bernah bertemu sebelumnya, atau bisa juga tetangga kita sendiri. Inilah kekuasaan Allah, karena Allah berhak untuk memasangkan kita dengan siapa saja yang Dia kehendaki.

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. (QS. Ar-Rum 21)

Lihat di surah Ar-Rum ayat 21, “litaskunu alaiha”, agar kita cenderung kepadanya. Tentunya juga agar dia cenderung kepada kita, sehingga timbulah sakinah. Sakinah itu bukan diberikan, tapi diupayakan.

Sakinah

Bagaimana caranya mencapai sakinah? Yakni dengan saling fokus pada kelebihan pasangan kita, bukan malah fokus pada kekurangannya. Misal, tentang urusan jerawat saja, kalau hanya fokus pada jerawatnya maka kita akan sedih, tapi kenapa ia tidak fokus pada wajah yang cantik, wajah yang sempurna dan tidak cacat suatu apapun? Kalau fokusnya hanya pada kekurangan pasangan, maka sudah pasti tidak akan ada sakinah dalam keluarga.

Mawadah

Untuk mencapai sakinah, diperlukan juga mawadah. Mawadah ini modalnya terdapat pada fisik dan kecantikan. Mawadah ini bisa saja hilang dan pudar, padahal mawadah merupakan kebutuhan yang saling, tidak hanya untuk suami, tapi juga istri, keduanya saling membutuhkan. Misal dalam kebutuhan biologis, suami dan istri harus saling memberikan kepuasan satu sama lain. Jadi bukan hanya istri saja yang memberikan kepuasan, tapi suami juga harus memberikan kepuasan. Tapi, memang suami memiliki kebutuhan yang lebih besar akan hal itu.

Mawadah ini adalah sisi yang harus selalu kita rawat, agar kita selalu menjadi istri idaman, agar idamannya bukan malah ke wanita lain. Kenapa? Karena laki-laki adalah makhluk visual, jangan sampai kita menyepelekan hal ini. Biasanya sebelum menikah skin care-nya keren, lengkap, dan dandannya cantik. Tapi setelah menikah malah tidak dirawat. Padahal suami suka pada fisik dan kecantikan. Ujian suami itu berat lho, ujiannya terdapat pada matanya. Makanya, rawatlah fisik dan kecantikan meski sudah menikah. Bahkan, berdandan untuk suami adalah pahala. Mungkin terasa susah? Memang yang susah itulah yang bernilai pahala.

Salah satu ciri telah tercapainya mawadah yaitu ketika kita pegang tangan pasangan kita, kalau masih ada perasaan bergetar, ini berarti mawadahnya masih hidup. Kalau sudah tidak, berarti perlu di-charger ulang. Mawadah ini bisa hidup dan subur jika saling mengusahakan dari sisi masing-masingnya.

Kalau istri, dia adalah makhluk pendengar. Wanita itu sukanya dirayu dan suka dipuji. Maka, kalau kita tidak mendapatkannya, pancinglah suami untuk mengatakannya. Jadi, ada usaha juga dari istri. Misal ketika Rasulullah pernah ditanya oleh bunda Aisyah, “Cintamu ke Aku itu seperti apa sih?”. Dan Rasul menjawab, “Cintaku padamu itu seperti tali, ia akan tetap kokoh seperti semula”. Passwordnya di mawadah ini adalah, aku mencintaimu karena titik titik, sehingga masih saling membutuhkan satu sama lain.

Rohmah

Selanjutnya adalah rohmah, ini sudah lebih dari mawadah, yaitu menyayangi. Untuk tes rohmah itu dengan cara, cobalah pandangi wajah suami ketika beliau tidur. Kalau ada rasa kasihan, berarti rohmahnya sudah muncul. Atau contoh lainnya, ketika kita mikirnya hanya ingin melayani suami saja, sudah tidak memikirkan nantinya akan dibalas atau tidak. Tapi, kita juga perlu mengisi ulang tangki mawadah dan rohmah ini, dengan cara dari masing-masing keluarga.

Mawadah dan rohmah ini adalah modal dari Allah di awal pernikahan. Tapi, tugas kita ialah menjaga. Maka, kita ini perlu ilmu rumah tangga, biar tahu kebutuhan suami itu apa. Bukan hanya fisik, karena fisik itu akan menua.

Memahami Visi Hidup Suami

Di usia yang terus berlanjut, bagaimana agar terus dicintai oleh suami, adalah dengan bagaimana kita bisa memahami visi hidup suami. Selama menjadi suami itu mau mencapai apa, mau berprestasi seperti apa, dan apa cita-cita terbesarnya? Bagaimana kita bisa terus mendampingi suami untuk mencapai visi dan cita-citanya. Dan tentu ini harus saling, suami dan istri. Ini contohnya pada istri Nabi Ibrahim, ketika disuruh menyembelih anaknya, istrinya berkata “Lakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu”.

Pahami kebutuhan dan cita-cita suami, kemudian dukunglah suami. Betapa mulianya menjadi seorang istri yang senantiasa mendampingi suami dalam meraih cita-cita dan prestasinya.

Namun, banyak istri yang tidak tahu visi hidup suaminya. Bunda Khadijah memainkan peran yang sangat penting, yakni menjadi pendukung utama misi dakwah Rasulullah, dengan cara dibesarkan hatinya, dan itu perlu diungkapkan. Coba kita juga seperti itu. Seberapa banyak kita mengenal kebaikan suami? Seberapa banyak potensi suami yang kita ketahui? Ketika suami diuji atau sedang down, kita harus bisa membesarkan hati suami.

Seorang istri yang menjadi idaman suami itu yang mengerti visi hidup suami, menopang visi hidupnya, serta mendukung visi suami. Dan juga yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik, verbal maupun non verbal. Mempercantik komunikasi. Bukan melulu tentang bicara. Tapi juga membahasakan apa yang ada di dalam hati dan pikiran kita kepada suami. Dan bagaimana menjadikan suami bisa mengungkapkan pula perasaannya, atau kita bisa menerjemahkan maksud dari suami itu apa. Jangan malah salah paham terus. Ketika kita tidak bisa membahasakan apa yang kita rasakan pada pasangan, itu akan menyulitkan diri sendiri dan menyulitkan suami.

Bahasa komunikasi suami itu memang lebih rendah, tidak bisa mengungkapkan, tidak bisa banyak ngomong, makanya istri harus bisa menerjemahkan dan mengomunikasikan kepada suami. Inilah kecerdasan. Istri yang pandai. Ini bukan tentang gelar, tapi semakin pandai seorang istri, semakin mengerti isyarat suami dan kebiasaan suami, mengerti keinginan suami tanpa harus beliau menyampaikan.

Taat pada Suami

Istri idaman itu ialah yang taat pada Allah dan rasul. Taat pada suami itu adalah bentuk taat kita kepada Allah. Bersabar untuk taat itu memang luar biasa. Ketika sudah punya suami, tidak bisa kalau semua hal itu kita harus paham dulu baru kita mau taat. Memang awalnya rasanya berat, tapi setelah menjalani, nanti ada suatu hal yang menjadikan risih, ada yang kurang misalnya kita pergi tanpa izin dari suami.

Menjadi Istri Kedua

Jadilah istri yang jadi connecting people. Orang yang bisa berkomunikasi secara baik dengan keluarga maupun teman-teman baiknya suami. Pahamilah bahwa kita ini adalah istri kedua, setelah keluarga dan tugas dakwahnya suami. Ketika dua hal itu memanggil, maka kita bisa memposisikan diri menjadi orang kesekian setelah itu semua. Jadi, suami kita tidak akan terhalang baktinya pada keluarganya. Suami juga tidak terhalang dari kerja-kerja dakwahnya. Bukan malah kita menjadi istri yang baper, karena pengertian dari kita itulah yang suami suka.

Memahami Kesenangan Suami

Istri idaman itu, yang bisa memahami sisi kekanak-kanakan suami. Mereka itu ibarat anak kecil. Mereka selalu menjadi anak ‘mbarep’ yang juga punya kesukaan, punya hobi, serta suka permainan. Selama suami tidak mendzolimi perannya sebagai suami, maka pahami hobi dan kesenangan suami, kemudian ‘kepo’ dan dukunglah pada kesukaan dan hobi suami. Kita dukung aja itu sebagai hiburan suami, daripada hiburan yang haram dan malah mencari hal-hal yang tidak baik.